Pansus 11 Soroti Lemahnya Substansi Naskah Akademik Grand Design Kependudukan Kota Bandung

Pansus 11 Soroti Lemahnya Substansi Naskah Akademik Grand Design Kependudukan Kota Bandung (dok).

Pansus 11 Soroti Lemahnya Substansi Naskah Akademik Grand Design Kependudukan Kota Bandung

BANDUNG, Prolite — Panitia Khusus (Pansus) 11 DPRD Kota Bandung menilai naskah akademik Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) masih perlu banyak penyempurnaan sebelum dibahas lebih lanjut. Pansus menekankan, dokumen tersebut seharusnya menjadi panduan arah pembangunan kependudukan jangka panjang, bukan sekadar kumpulan data teoritis.

Anggota Pansus 11 DPRD Kota Bandung, Eko Kurnianto W., S.T., ., mengungkapkan bahwa naskah akademik saat ini belum menggambarkan secara utuh arah dan rencana masa depan Kota Bandung dalam pembangunan kependudukan.

“Masih banyak yang harus diperbaiki. Harusnya ada rencana ke depan, Bandung ini akan dibawa ke mana. Baik dari sisi kualitas penduduk, pembangunan keluarga, sebaran jumlah penduduk di tiap wilayah, maupun administrasi kependudukannya,” ujar Eko.

Eko menegaskan, grand design seharusnya menjadi peta jalan (roadmap) yang menuntun arah pembangunan kependudukan secara menyeluruh, bukan hanya menyajikan data dan teori.

“Grand design bukan hanya data teoritis, tapi berisi keinginan dan arah kebijakan—hendak dibawa ke mana penduduk Kota Bandung ke depan. Walaupun situasi cepat berubah, kita tetap harus punya visi jangka panjang. Kalau tidak, kebijakan ini bisa tidak relevan dalam 20 tahun mendatang,” jelasnya.

Ia juga menilai, pembahasan naskah akademik ini masih cukup panjang. Karena itu, Pansus 11 memperkirakan proses pembahasan tidak akan selesai hingga akhir tahun 2025, mengingat banyak aspek yang harus dikaji secara mendalam.

“Kalau dipaksakan selesai cepat, hasilnya justru prematur. Kami khawatir malah mengkhianati kaum muda yang akan hidup di masa depan. Karena ini kebijakan untuk jangka panjang, jangan sampai keputusan hari ini justru mendzolimi generasi mendatang,” tegasnya.

Menurutnya, penyusunan grand design kependudukan harus dilakukan secara hati-hati dan komprehensif, agar arah pembangunan manusia Kota Bandung benar-benar berkelanjutan dan sesuai dengan dinamika sosial di masa depan.




Wali Kota Bandung Imbau Warga Waspada Cuaca Ekstrem

Ilustrasi Wali Kota Bandung himbau bahaya cuaca ekstrem (Bandungbergerak).

Wali Kota Bandung Imbau Warga Waspada Cuaca Ekstrem

Prolite – Menghadapi intensitas hujan yang mulai meningkat, Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan mengimbau seluruh warga untuk lebih waspada terhadap potensi bencana seperti banjir, genangan, dan kerusakan infrastruktur akibat cuaca ekstrem.

Farhan menuturkan, persoalan banjir sering kali terjadi bukan hanya karena faktor alam, tetapi juga akibat perilaku manusia yang kurang peduli terhadap lingkungan.

“Banjir itu sering kali terjadi karena kesalahan kita bersikap. Ini tanggung jawab kita semua. Pastikan tali air tidak tersumbat, gorong-gorong tidak terhalangi oleh bangunan apa pun, dan pemeliharaan drainase terus digencarkan,” ujar Wali Kota Bandung.

wali Kota Bandung Muhammad Farhan
wali Kota Bandung Muhammad Farhan

Ia juga mengingatkan, agar warga berhati-hati terhadap kondisi rumah dan lingkungan sekitar. Curah hujan tinggi disertai angin kencang dapat menyebabkan atap roboh, rumah ambruk, dan pohon tumbang.

“Mari kita jaga bersama dengan sangat hati-hati. Bila warga melihat ada pohon yang dikhawatirkan dapat menimbulkan bahaya, jangan memotong sendiri. Silakan berkoordinasi terlebih dahulu dengan camat atau lurah setempat agar bisa diteruskan kepada DPKP,” imbaunya.

Pemkot Bandung memastikan akan terus memperkuat langkah mitigasi bencana dengan membersihkan saluran air, memantau kondisi pohon rawan tumbang, serta menyiagakan petugas kebersihan dan penanganan cepat darurat di tiap wilayah.

Melalui kolaborasi dan kesadaran bersama, Farhan berharap masyarakat dapat berperan aktif menjaga kebersihan lingkungan dan mengurangi risiko bencana di musim penghujan.

Jika mengalami kejadian darurat bisa menghubungi layanan kegawatdaruratan melalui 112. 




Asep Robin : Satpol PP Harus Mampu Menangani Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum

Asep Robin Satpol PP Harus Mampu Menangani Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum (dok).

Asep Robin : Satpol PP Harus Mampu Menangani Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum

BANDUNG, Prolite – Panitia Khusus (Pansus) 12 DPRD Kota Bandung tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Ketertiban umum, Ketentraman Masyarakat dan Perlindungan Masyarakat.

Menurut anggota Pansus 12 Asep Robin ketertiban umum merupakan penyempurnaan dari Perda sebelumnya, seiring dengan dinamika kehidupan masyarakat Kota Bandung yang terus berubah dengan cepat.

Asep mengatakan, ketertiban umum adalah manifestasi dari keadaan damai dan rasa aman yang dijamin oleh keamanan kolektif sebagai kebutuhan dasar masyarakat.

“Jika ketertiban tercapai, maka ketenteraman dapat terwujud ketika pemerintah daerah hadir melalui Satpol PP untuk menjaga keteraturan hidup bersama,” ujar Politisi Partai Gerindra.

Menurut Asep, Satpol PP memiliki peran strategis dalam memperkuat otonomi daerah dan pelayanan publik. Melalui penegakan perda, lembaga ini diharapkan mampu menciptakan kepastian hukum, mendukung proses pembangunan, serta melindungi masyarakat dari potensi gangguan terhadap ketertiban umum.

Mantan Jurnalis ini menyoroti pentingnya peningkatan kapasitas Satpol PP, baik dari aspek kelembagaan maupun sumber daya manusia.

Menurutnya, peningkatan ini penting agar tidak terjadi tumpang tindih fungsi dengan institusi lainnya.
“Rancangan Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Ketertiban Umum, Ketentraman Masyarakat dan Perlindungan Masyarakat harus jelas dan tegas” ujarnya.

Asep mengatakan, perlindungan masyarakat merupakan amanat konstitusi sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

“Kemampuan dan profesionalitas Satpol PP harus terus diperkuat agar mampu menangani kejahatan terhadap ketertiban umum, termasuk yang dikenal sebagai moralitas yang dilegislasikan,” ujarnya.




Pansus 14 DPRD Kota Bandung Bhas Raperda Mengenai Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual

Pansus 14 DPRD Kota Bandung Bhas Raperda Mengenai Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual (dok).

Pansus 14 DPRD Kota Bandung Bhas Raperda Mengenai Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual

KOTA BANDUNG, Prolite – Panitia Khusus (Pansus) 14 DPRD Kota Bandung tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual.

Pansus ini telah resmi dibentuk dan mulai melakukan sejumlah pembahasan awal.

Anggota Pansus 14, drg. Susi Sulastri, menegaskan pentingnya keberadaan perda ini di Kota Bandung sebagai langkah antisipatif terhadap maraknya penyimpangan perilaku seksual.

“Kenapa perda ini harus ada di Kota Bandung? Karena kita ingin Bandung menjadi kota yang bebas dari penyimpangan pelaku seksual,” ujar politisi perempuan dari PKS ini.

dok
dok

Susi menjelaskan, perda tersebut tidak lahir karena kondisi darurat penyimpangan seksual, melainkan sebagai bentuk pencegahan dini agar perilaku menyimpang tidak berkembang di masyarakat.

“Kalau dibilang darurat, sih tidak ya. Berdasarkan data yang ada, kasusnya tidak terlalu besar atau signifikan untuk disebut darurat. Tapi semangat dari perda ini adalah menjadikan Kota Bandung bebas dari perilaku penyimpangan seksual,” tegasnya.

Ia menambahkan, Dinas Kesehatan akan menjadi instansi utama yang bertanggung jawab atas pelaksanaan perda tersebut. Namun, pelaksanaannya akan melibatkan kerja sama lintas perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Bandung.

“Perda ini nanti akan menjelaskan berbagai hal mulai dari upaya pencegahan, rehabilitasi, hingga jenis-jenis penyimpangan yang dimaksud. Salah satunya juga akan dibentuk satgas penanganan penyimpangan perilaku seksual,” tutur Susi.

Melalui perda ini, Susi berharap pemerintah kota dapat memiliki dasar hukum yang kuat dalam melakukan mitigasi dan pengendalian perilaku seksual berisiko.

“Harapannya, dengan adanya perda ini kita bisa mencegah dan mengendalikan perilaku seksual berisiko di Kota Bandung. Jadi ketika muncul hal-hal kecil yang mengarah ke sana, kita bisa segera mengantisipasi dan melakukan langkah mitigasi,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Susi mengungkapkan bahwa DKI Jakarta sudah lebih dulu memiliki perda sejenis. Karena itu, pihaknya berencana melakukan studi banding ke ibu kota untuk mempelajari penerapan perda tersebut.

“Rencananya kami akan studi banding ke Jakarta karena mereka sudah memiliki perdanya,” kata Susi.

Ia juga menegaskan, Raperda yang tengah dibahas ini tidak memuat pasal sanksi, sebab fokus utamanya adalah pada aspek pencegahan dan pengendalian.

“Raperda ini sifatnya preventif, jadi tidak ada sanksi. Tujuannya lebih kepada edukasi, rehabilitasi, dan upaya pencegahan,” jelasnya.




DPRD Kota Bandung Bentuk Pansus 12 Awasi Pengumpulan Donasi

DPRD Kota Bandung Bentuk Pansus 12 Awasi Pengumpulan Donasi (dok).

DPRD Kota Bandung Bentuk Pansus 12 Awasi Pengumpulan Donasi

BANDUNG, Prolite – Awasi pengumpulan donasi di Kota Bandung, DPRD Kota Bandung melalui Panitia Khusus (Pansus) 12 tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengumpulan Uang dan Barang (PUB). Regulasi ini disiapkan untuk memperbarui Perda Tahun 2012 yang dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini dan perlu disesuaikan dengan Peraturan Menteri Sosial (Permensos) terbaru.

Raperda ini akan menjadi pedoman baru bagi Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dalam menghimpun sumbangan masyarakat, baik berupa uang, barang, maupun kegiatan undian berhadiah. Selain mempertegas mekanisme PUB, aturan ini juga akan memperkuat sistem pengawasan dan audit, terutama untuk pengumpulan donasi secara daring (online).

Anggota Pansus 12 DPRD Kota Bandung, H. Soni Daniswara, S.E, mengatakan bahwa pembaruan regulasi ini sangat penting agar setiap kegiatan pengumpulan dana oleh LKS memiliki landasan hukum yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan.

“Perda lama tahun 2012 sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan aturan pusat. Sekarang banyak kegiatan donasi dilakukan secara online, sehingga perlu ada regulasi baru yang mengatur mekanisme dan pengawasannya,” ujar Soni.

Menurutnya, berdasarkan data dari Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung, saat ini terdapat 90 LKS yang terdaftar. Namun hanya sekitar 60 lembaga yang aktif dan produktif dalam menjalankan programnya. Karena itu, regulasi baru ini diharapkan bisa menertibkan lembaga yang belum optimal menjalankan fungsi sosialnya.

“LKS harus kembali ke tujuan awal, yaitu membantu penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). Kalau ada lembaga yang hanya mengatasnamakan yayasan untuk mengumpulkan dana tanpa output yang jelas, itu perlu diawasi,” tegas Soni.

Ia juga menambahkan bahwa Raperda PUB akan memastikan seluruh aktivitas pengumpulan uang dan barang dilakukan secara transparan, akuntabel, dan sesuai izin resmi dari pemerintah daerah.

“Kami ingin ke depan tidak ada lagi praktik penghimpunan dana yang tidak jelas asal-usul maupun penggunaannya. Semua harus tercatat, diaudit, dan bisa diawasi oleh publik,” ujarnya.

Soni mencontohkan bantuan yang dikumpulkan secara online. Menurutnya,  kegiatan mereka tidak terdata cukup baik.

“Mungkin mereka bisa mengklaim sudah membantu seseorang atau membantu suatu daerah yang terkena bencana. Tapi kalua didata berapa banyak bantuan yang sudah mereka salurkan dan berapa kejadian yang sudah mereka tolong, mungkin datanya tidak lengkap. Nah yang begitu nantinya akan diatur,” jelasnya.

Karena ini merupakan turunan dari peraturan Mentri Sosial yang paling baru, Soni mengatakan, belum banyak wilayah yang memiliki aturannya.

“Kayaknya belum banyak wilayah yang punya perda sebagai turunan dari ari peraturan Kementrian Sosial ini. Karena ini memang benar-benar baru,” tutupnya.




Pansus 12 DPRD Kota Bandung Kebut Raperda Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial

Pansus 12 DPRD Kota Bandung Kebut Raperda Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial (dok).

Pansus 12 DPRD Kota Bandung Kebut Raperda Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial

BANDUNG, Prolite – Panitia Khusus (Pansus) 12 DPRD Kota Bandung mulai mengebut pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Kedua atas Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial.

Ketua Pansus 12, H. Iman Lestariyono, menyebut, revisi perda ini sudah mendesak. Alasannya, aturan pusat terutama Peraturan Menteri Sosial (Permensos) banyak berubah. “Ada hal-hal yang perlu disesuaikan, terutama soal penguatan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS),” ujarnya.

Iman mengatakan, beberapa pasal lama sudah tidak relevan. Contohnya, soal undian dan kegiatan sejenisnya kini tak lagi diatur dalam perda. “Itu diserahkan ke regulasi yang berlaku di tingkat pusat,” tambah politisi PKS ini.

Menurutnya, perubahan kali ini juga menyangkut penyesuaian muatan lokal. “Kalau yang sifatnya nasional, ya tetap kita ikuti. Tapi kalau ada ruang untuk kebijakan daerah, akan kita sesuaikan. Karena urusan kesejahteraan sosial ini sifatnya kemitraan. LKS memang tidak di bawah Pemkot, tapi perizinannya tetap lewat pemerintah kota,” jelasnya.

Iman menilai, pelayanan sosial tidak bisa dikerjakan sendirian oleh pemerintah. Salah satu contoh, dalam penyaluran bantuan sosial yang berbasis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN)—pengganti DTKS—penerima hanya mencakup desil 1 sampai 5.

“Masalahnya, masih banyak warga yang butuh bantuan tapi tak masuk dalam kategori itu. Nah, di sini LKS bisa turun tangan,” tegasnya.

Ia mencontohkan, ketika ada warga butuh kursi roda, Pemkot tidak bisa langsung memberi karena harus menunggu proses pengajuan dan anggaran. “Kalau LKS, bisa lebih cepat. Mereka bisa langsung bantu tanpa birokrasi panjang,” ujarnya.

Saat ini, di bawah Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung tercatat sekitar 90 LKS, namun yang aktif hanya sekitar 60 lembaga. Beberapa yang sudah dikenal masyarakat antara lain Rumah Zakat, Rumah Yatim, dan Salman.

“Ke depan, kita akan cek lagi mana yang sudah berbadan hukum. Kita juga sedang menyusun peta kebutuhan dan peta masalah. Dari situ bisa dilihat arah kebijakan sosial kota ini mau dibawa ke mana,” tutur Iman.

Dalam pembahasan Pansus, ada sekitar 40 pasal yang dikaji, dengan 19 perubahan utama yang jadi fokus. Pansus sudah dua kali menggelar rapat bersama tim penyusun dan tim pelirik untuk menyisir setiap poin perubahan.

“Daerah lain seperti DKI Jakarta, Banjarmasin, dan Yogyakarta sudah lebih dulu menyelesaikan perda sejenis. Kita bisa ambil referensi dari sana supaya hasilnya lebih komprehensif,” pungkasnya.




Pemkot Bandung dan Stakeholder Mulai Benahi Kabel Udara Jalan Buahbatu

Pemkot Bandung dan Stakeholder Mulai Benahi Kabel Udara Jalan Buahbatu (dok Pemkot).

Pemkot Bandung dan Stakeholder Mulai Benahi Kabel Udara Jalan Buahbatu

KOTA BANDUNG, Prolite – Pemerintah Kota Bandung (Pemkot Bandung) bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Jawa Barat dan Pusat melaksanakan pemotongan dan penurunan kabel udara di kawasan Jalan Buahbatu, Kota Bandung, Jumat, 31 Oktober 2025.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program besar penataan infrastruktur jaringan utilitas agar lebih tertib, aman, dan memperindah wajah kota.

Pada penataan kali ini dihadiri oleh sejumlah pihak, di antaranya Sekretaris Dinas Komunikasi dan Informatika (Sekdis Kominfo) Provinsi Jawa Barat Bayu Rakhmana, Sekretaris Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (DBMPR) Provinsi Jawa Barat Kosasih, Ketua Apjatel Jawa Barat Yudi, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kadis Kominfo) Kota Bandung Yayan A. Brilyana.

Sekdis DBMPR Provinsi Jawa Barat Kosasih menegaskan, Pemprov sangat mendukung upaya penataan kabel udara ini.

dok Humas Kota Bandung
dok Humas Kota Bandung

Menurutnya, selain menata estetika kota, kegiatan ini juga penting untuk menjaga keamanan dan kenyamanan warga.

“Kami sangat mendukung program ini, apalagi sesuai dengan arahan Bapak Gubernur Jawa Barat. Kita harus mulai menata kabel-kabel yang menggantung di atas agar tidak merusak pemandangan dan aktivitas masyarakat. Semuanya diarahkan untuk ditanam di bawah tanah,” jelas Kosasih.

Menurutnya, target keseluruhan penurunan kabel ke bawah tanah masih dalam tahap perumusan karena bergantung pada sinkronisasi dengan program lintas instansi dan operator.

Sedangkan Sekdis Kominfo Jawa Barat Bayu Rakhmana menilai kegiatan ini sebagai wujud nyata kolaborasi antara pemerintah provinsi, pemerintah kota, dan para pelaku industri telekomunikasi.

“Kami sangat berterima kasih atas kolaborasi ini. Ini adalah kerja bersama antara Pemkot Bandung, Pemprov Jabar, dan asosiasi. Tujuannya untuk menjaga keindahan kota, sekaligus menjadi contoh bagi kabupaten/kota lain agar melakukan hal serupa,” kata Bayu.

Kepala Dinas Kominfo Kota Bandung Yayan A. Brilyana mengungkapkan, masyarakat telah lama menantikan program penurunan kabel udara ini.

Ia memastikan, Pemkot Bandung berkomitmen untuk menata seluruh ruas jalan sesuai dengan Peraturan Wali Kota (Perwal) Bandung Nomor 43 Tahun 2023.

“Kami sangat berbahagia karena akhirnya program penurunan kabel ini bisa terlaksana. Terima kasih kepada Apjatel, Pemprov, Dinas PU, dan semua pihak yang terlibat. Ada 11 ruas jalan yang menjadi tanggung jawab Pemkot Bandung dan 15 ruas jalan lainnya yang dibangun oleh BII. Semuanya wajib diturunkan tanpa kecuali,” tegas Yayan.

Khusus untuk ruas Jalan Buahbatu, ia menargetkan pekerjaan bisa rampung dalam waktu dua minggu.

“Untuk Jalan Buahbatu ini, kita targetkan selesai dalam dua minggu. Kita kebut siang malam supaya masyarakat segera merasakan hasilnya,” pungkas Yayan.




Paripurna KUA-PPAS 2026, Ketua Komisi II DPRD Bekasi: Pemkot Harus Perhatikan Keadilan Warga Bantar Gebang

Paripurna KUA-PPAS 2026, Ketua Komisi II DPRD Bekasi Pemkot Harus Perhatikan Keadilan Warga Bantar Gebang (dok).

Paripurna KUA-PPAS 2026, Ketua Komisi II DPRD Bekasi: Pemkot Harus Perhatikan Keadilan Warga Bantar Gebang

KOTA BEKASI, Prolite – Rapat Paripurna pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Tahun Anggaran 2026, yang digelar di Gedung DPRD Kota Bekasi, Kamis (30/10/2025) diwarnai interupsi.

Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi, Latu Har Hary, melakukan interupsi untuk menyoroti permasalahan pengelolaan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang.

Menerima masukan dari aliansi masyarakat penggiat lingkungan, melatarbelakangi Latu melakukan interupsi ktitis terkait persoalan sampah di wilayah Bantar Gebang.

“Terkait dengan permasalahan sampah di Bantar Gebang, masukan dari mereka, aliansi masyarakat penggiat lingkungan memberikan rapor merah terkait pengelolaan TPST Bantar Gebang dan Sumur Batu,” ujar Latu.

Diketahui saat ini Pemkot Bekasi tengah melakukan proses negosiasi ulang Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengenai pengelolaan sampah dan bantuan tahun 2026.

“ Penilaian “Rapor Merah” ini harus jadi perhatian khusus Pemkot Bekasi dan Komisi II DPRD menyampaikan kepada Pemerintah Kota Bekasi. Semoga masukan dari masyarakat ini bisa menjadi bahan pertimbangan dalam perjanjian kerja sama terbaru nanti,” lanjutnya.

Menurut Politisi PKS ini, warga setempat sudah lama menuntut keadilan lingkungan yang layak. Dia juga menegaskan pentingnya pemerintah memperhatikan aspirasi warga yang terdampak langsung TPST Bantar Gebang yang selama ini terabaikan.

” Sudah saatnya keadilan ekologis ditegakkan. Bantar Gebang harus dipulihkan, bukan terus dikorbankan,” tegasnya.




Pansus 12 DPRD Kota Bandung Bahas Raperda Tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial

Ketua Pansus 12, H. Iman Lestariyono bahas raperda.

Pansus 12 DPRD Kota Bandung Bahas Raperda Tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial

BANDUNG, Prolite – Panitia Khusus (Pansus) 12 DPRD Kota Bandung mulai mengebut pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Kedua atas Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial.

Ketua Pansus 12, H. Iman Lestariyono, menyebut, revisi perda ini sudah mendesak. Alasannya, aturan pusat terutama Peraturan Menteri Sosial (Permensos) banyak berubah. “Ada hal-hal yang perlu disesuaikan, terutama soal penguatan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS),” ujarnya.

Iman mengatakan, beberapa pasal lama sudah tidak relevan. Contohnya, soal undian dan kegiatan sejenisnya kini tak lagi diatur dalam perda. “Itu diserahkan ke regulasi yang berlaku di tingkat pusat,” tambah politisi PKS ini.

Menurutnya, perubahan kali ini juga menyangkut penyesuaian muatan lokal. “Kalau yang sifatnya nasional, ya tetap kita ikuti. Tapi kalau ada ruang untuk kebijakan daerah, akan kita sesuaikan. Karena urusan kesejahteraan sosial ini sifatnya kemitraan. LKS memang tidak di bawah Pemkot, tapi perizinannya tetap lewat pemerintah kota,” jelasnya.

Iman menilai, pelayanan sosial tidak bisa dikerjakan sendirian oleh pemerintah. Salah satu contoh, dalam penyaluran bantuan sosial yang berbasis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN)—pengganti DTKS—penerima hanya mencakup desil 1 sampai 5.

“Masalahnya, masih banyak warga yang butuh bantuan tapi tak masuk dalam kategori itu. Nah, di sini LKS bisa turun tangan,” tegasnya.

Ia mencontohkan, ketika ada warga butuh kursi roda, Pemkot tidak bisa langsung memberi karena harus menunggu proses pengajuan dan anggaran. “Kalau LKS, bisa lebih cepat. Mereka bisa langsung bantu tanpa birokrasi panjang,” ujarnya.

Saat ini, di bawah Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung tercatat sekitar 90 LKS, namun yang aktif hanya sekitar 60 lembaga. Beberapa yang sudah dikenal masyarakat antara lain Rumah Zakat, Rumah Yatim, dan Salman.

“Ke depan, kita akan cek lagi mana yang sudah berbadan hukum. Kita juga sedang menyusun peta kebutuhan dan peta masalah. Dari situ bisa dilihat arah kebijakan sosial kota ini mau dibawa ke mana,” tutur Iman.

Dalam pembahasan Pansus, ada sekitar 40 pasal yang dikaji, dengan 19 perubahan utama yang jadi fokus. Pansus sudah dua kali menggelar rapat bersama tim penyusun dan tim pelirik untuk menyisir setiap poin perubahan.

“Daerah lain seperti DKI Jakarta, Banjarmasin, dan Yogyakarta sudah lebih dulu menyelesaikan perda sejenis. Kita bisa ambil referensi dari sana supaya hasilnya lebih komprehensif,” pungkasnya.




Rapat Paripurna KUA-PPAS 2026 Diwarnai Kritik, Ketua Komisi II Soroti Masalah Sampah Bantar Gebang

Rapat Paripurna KUA-PPAS 2026 Diwarnai Kritik, Ketua Komisi II Soroti Masalah Sampah Bantar Gebang (dok).

Rapat Paripurna KUA-PPAS 2026 Diwarnai Kritik, Ketua Komisi II Soroti Masalah Sampah Bantar Gebang

BEKASI, Prolite – Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi, Latu Har Hary, melakukan interupsi dalam Rapat Paripurna pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Tahun Anggaran 2026, yang digelar di Gedung DPRD Kota Bekasi, Kamis (30/10/2025).

Interupsi tersebut disampaikan Latu untuk menyoroti permasalahan pengelolaan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang.

Dalam rapat paripurna tersebut, Latu menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima masukan dari aliansi masyarakat penggiat lingkungan terkait persoalan sampah di wilayah Bantar Gebang.

“Kami diundang oleh aliansi masyarakat penggiat lingkungan berkait dengan permasalahan sampah di Bantar Gebang. Masukan dari mereka memberikan rapor merah terkait pengelolaan TPST Bantar Gebang dan Sumur Batu,” ujar Latu di hadapan peserta paripurna.

Menurut Latu, penilaian “rapor merah” tersebut harus menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Bekasi, terutama di tengah proses negosiasi ulang Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemkot Bekasi dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengenai pengelolaan sampah dan bantuan tahun 2026.

“Ini menjadi perhatian kita semua, khususnya Komisi II DPRD, untuk bisa menyampaikan kepada Pemerintah Kota Bekasi selaku pemangku kebijakan. Semoga masukan dari masyarakat ini bisa menjadi bahan pertimbangan dalam perjanjian kerja sama terbaru nanti,” lanjutnya.

Politisi PKS Ini juga menegaskan pentingnya memperhatikan aspirasi warga yang terdampak langsung oleh aktivitas TPST Bantar Gebang. Menurutnya, warga setempat telah lama menuntut keadilan lingkungan yang layak.

“Warga Bantar Gebang ikut menanggung suka dan duka dari pengelolaan sampah. Mereka menuntut keadilan yang selama ini terabaikan. Sudah saatnya keadilan ekologis ditegakkan. Bantar Gebang harus dipulihkan, bukan terus dikorbankan,” tegasnya.