“Karena di sini kita bicara program yang dibiayai oleh APBN, oleh dana dari pajak masyarakat juga, maka kasus kelebihan pengiriman makanan hingga berjumlah bukan sekedar satu dua tapi puluhan dan terjadi setiap hari tentu bertolak belakang dari semangat efisiensi,” lugasnya.
Sebenarnya, lanjut Ledia, upaya meminimalisir kelebihan pengiriman ini memungkinkan terjadi kalau antara pihak sekolah dan dapur MBG bisa melakukan koordinasi.
“Makanan itu kan diantar siang ya, diolah sejak pagi. Bagi yang dapurnya cukup dekat, masih dalam kisaran satu kecamatan misalnya, sekitar jam 07.00 pagi kan sudah bisa dilaporkan, berapa siswa yang tidak hadir. Dari 800 siswa, yang tidak hadir 60 orang. Maka bisa dikirim 750 paket saja, masih ada lebih tapi tidak banyak. Masih memadailah gitu. Cuma orang suka berpikir ah repot, ribet kalau ada ganti-ganti jumlah tiap hari. Padahal lama-lama akan ketemu polanya, dan bisa diminimalisir kelebihan paket tidak lebih dari 10 misalnya. Pihak dapur yang terbiasa memegang beberapa sekolah tentu bisa mengatur hal ini.”
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan