Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi Ingatkan Risiko Hukum dalam Pembebasan Lahan PSEL

Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi Ingatkan Risiko Hukum dalam Pembebasan Lahan PSEL
BEKASI, Prolite – Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi, Latu Har Hary, mengingatkan seluruh jajaran pemerintah kota untuk berhati-hati dan menjaga transparansi dalam proses pembebasan lahan untuk Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) di Ciketing Udik, Bantargebang. Peringatan ini disampaikan untuk mencegah pejabat terseret dalam permasalahan hukum.
Latu menyampaikan hal tersebut usai rapat kerja dengan pemerintah kota, pada Senin (16/11/2025). Ia menegaskan bahwa pembelian tanah dengan anggaran APBD memang diperlukan, namun harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Ini hal sensitif. Banyak kepala dinas atau pun kepala daerah yang terseret permasalahan hukum terkait masalah tanah,” ujar Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi, Latu Har Hary.
Lebih lanjut, Latu menjelaskan bahwa proses pembelian tanah harus jelas sesuai Rencana Kerja (Renja) dan Detail Engineering Design (DED)-nya. Jika sudah jelas, pembelian dapat dilakukan asal sesuai prosedur.
“Kalau sesuai dengan Renja dan DED jelas, pembelian juga jelas ya silahkan saja, sesuai ketentuan tanpa ‘cawe-cawe’,” tegasnya.
Yang menjadi catatan penting, menurut Latu, adalah potensi intervensi oknum dalam penentuan harga tanah. Ia menekankan bahwa harga harus mengacu pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atau hasil appraisal pihak ketiga yang independen.
“Yang jadi masalah jika ada ‘cawe-cawe’ oleh oknum terkait harga tanah. Ini jadi catatan. Banyak oknum pejabat yang terseret hukum karena masalah tanah. Kami di Komisi II mewanti-wanti agar jangan sampai terseret,” imbuhnya.
Latu juga menyoroti stigma negatif Pemerintah Kota Bekasi yang kerap dikaitkan dengan persoalan hukum. Ia berharap dengan pelaksanaan proyek strategis seperti PSEL ini, pemerintah kota dapat membangun tata kelola yang bersih dan transparan.
“Kita ingin berupaya bahwa pemerintah kota Bekasi saat ini harus bisa keluar dari stigma permasalahan hukum,” ucap Latu.
Untuk memastikan transparansi, Komisi II meminta data lengkap terkait pembebasan lahan seluas 4,98 hektar dari total kebutuhan 6,1 hektar tersebut. Data yang diminta antara lain nilai NJOP, jumlah warga yang terdampak, dan mekanisme pembayaran.
“Kita minta data-datanya sebelum kita memberikan rekomendasinya,” pungkas Latu.
Peringatan dari legislatif ini diharapkan dapat menjadi pengingat bagi eksekutif untuk menjalankan proses pengadaan tanah dengan akuntabel, sehingga proyek PSEL dapat berjalan lancar tanpa dibayangi masalah korupsi dan pelanggaran hukum.